A dan B adalah dekat. Entahlah. Seperti kakak adik? Ya, tentu. Mereka adalah kakak adik yang dekat. Seperti teman dekat. Jelas. Mereka adalah teman dekat. Seperti sahabat? Jangan ditanya. Sahabat paling erat di dunia ini adalah mereka. Seperti sepasang kekasih? Mungkin. Tak bisa kuceritakan seberapa dekat mereka. Yang jelas mereka adalah dekat.
Namun sayang seribu sayang, kedekatan mereka terpisah oleh dua tempat yang sangat jauuhh. Lebih jauh dari perjalanan kota F dan kota G. Lebih jauh dari perjalanan dari pulau H dan I. Bahkan lebih jauh dari perjalanan dari negara A dan negara Z.
Namun di suatu waktu, A bisa merasakan di mana B berada. A bisa merasakan bahwa kerinduannya terhadap B tidak tertahankan. Entahlah, muncul animasi yang terngiang di dunia khayalannya.
*** ***
A tidak bisa menatap B, namun ia bisa bertanya pada B, “Jika hari ini adalah hari kejujuran, apa yang akan kau katakan padaku secara jujur B ?”
B tidak bisa menatap A, namun seketika ia tertegun, lalu menjawab, “Aku akan berkata padamu bahwa aku rindu padamu A, sangat rindu,”
A menjawab perkataan B dengan hati yang sesak, “Tolong jangan membuatku terbang terlalu tinggi, nanti aku tak bisa pulang,”
B menyahut pelan, sangat pelan sehingga hampir seperti berbisik, “ Tak usah pulang, A.. Aku juga akan terbang, aku akan menyusulmu. Nanti kita bisa bermain awan di langit, tak perlu pulang,”
A selalu mendengar, ia selalu peka dengan apa yang dikatakan B, bahkan ketika B berbisik tidak tepat di depan telinganya sekalipun. Kemudian ia menyahut,” Aku akan menunggumu di sini kalau begitu,”
Bayangan di dalam khayalan itu seakan semakin jauh. B menjawab dengan suara ringan, ” Aku udah mau terbang, A “
Hati A bergetar , dan berkata pelan pada entah bayangannya, ” B, Aku kedinginan . . .”
B menjawab secara langsung,” Aku udah di sini. Kamu bisa lihat aku nggak?”
A menjawab, “ Aku nggak bisa lihat kamu, aku di langit yang berkabut, dan dingin,”
B menyahut, “ Aku disini hei,”
A berusaha melihat B. Ia memejamkan mata untuk melihat sosok B. Ia sangat rindu, ia ingin melihat B. Ia terus terpejam. Ia sangat berusaha untuk bisa melihat B.
Akhirnya A berkata, "Aku bisa melihatmu, B. Akhirnya bisa bertemu lagi denganmu,” A menahan, entah apa yang berteriak-teriak ingin keluar dari pelupuk matanya.
“Aku kesini tidak sendirian, aku punya sesuatu untukmu,”
B menjawab, “Benarkah itu? Aku juga punya sesuatu untukmu . . .,”
Dikeluarkanlah kedua tangannya itu dari belakang punggungnya. Ada beberapa karung di tangannya.
Seketika itu juga, A berujar,” Ini, aku bawakan berkarung-karung kasih sayang yang harus kamu bagi-bagikan kepada semua orang,”
B melirik ke arah karung-karung itu, dengan santai ia menjawab,” Tentu A, aku menerima semua karung ini , tapi karungnya aku sisakan satu untuk kamu,” B menghela nafas panjang, kemudian menghembuskannya pelan. “Satu karung kasih sayang ini dariku untukmu,” lanjutnya.
A hanya diam. Ia tahu itu hanya bayangan di atas segala apa yang ia khayalkan. Namun entahlah, ini terlihat begitu nyata. Terasa begitu nyata. A menjawab dengan suara ringan, “Terimakasih B. Satu karung kasih sayang untukku akan aku terima lagi, dan akan aku simpan. Mmm . . . apa yang kamu punya untukku?”
B berbalik arah, berjalan membelakangi A. A menjerit dalam hatinya. Ia meminta B supaya tidak pergi dulu. Ia masih ingin bersamanya,”Jangan pergi dulu, B . . . tolong,” serunya dalam hati.
”Ini aku punya kunang-kunang untukmu, bawa pulang, kunang-kunang ini akan menerangi jalanmu pulang… ,” ujar B . Ia membuka telapak tangannya yang sedari tadi tergenggam.
Dan begitu kunang-kunang itu berpindah tangan, bayangan itu terputus. Hilang.

0 comments:
Post a Comment