Pages

Friday, December 9, 2011

Dari Air Hangat Untuk Air Dingin

Hai Air Dingin . . .
Mau sampai kapan? Kau memelototiku terus sejak tadi, sejak kemarin, bahkan sejak berhari-hari kau terus memelototiku seperti itu. Ku perhatikan sekarang, benar-benar ku perhatikan, tak ada yang salah dengan pakaianku. Pakaianku tetap seperti biasa hari pendek, hijau dengan corak-coraknya. Ku perhatikan lagi, tak ada yang salah dengan alas kaki ku. Alas kaki ku masih seperti biasa. Yang kanan warna kuning, yang kiri warna merah. Ku perhatikan lagi, semua yang melekat pada diriku hari ini. Tak ada yang salah.
Mengapa kau memelototiku seperti itu...

Hai Air Dingin . . .
Mau sampai kapan? Aku selalu menunggumu berbicara, membuka mulutmu dan hendaklah keluar sebuah suara. Aku tak tahu sampai kapan lem yang ada di mulutmu luntur. Selama ini telingaku selalu terbuka dan menunggu. Kau tahu? Dia siap mendengar suaramu. Tapi suaramu tak kunjung datang. Ayolah, keluarlah... Dan ku perhatikan lagi, kau, air dingin, benar-benar dingin. dan aku tak pernah tahu kau dingin, apa akan tetap dingin. . .

Hai Air Dingin . . .
Mau sampai kapan ? Kau menganggapku seperti angin yang tak terlihat. Aku di dekatmu, kau tak merasa? Bulan saja tahu! Bintang saja mengerti! Mengapa kau tak tahu? Mungkin, kau, air dingin, sudah benar-benar menatapku secara gelap.
Kau air dingin, ahhhhh, kau tetap air dingin . . .!



Hai Air Dingin. . .
Aku akan tetap menantimu menjadi hangat. Entah sampai kapan aku bakal kuat nunggu kamu menjadi hangat.
Eitts! Tenang saja. Aku tidak akan memaksamu menjadi air hangat. Biarlah kamu menjadi air hangat dengan sendirinya. Namun, walau nanti kau sudah menjadi hangat, entah kapan, aku tetap menganggapmu sebagai Air Dingin...

Dan disini aku bernyanyi, aku akan selalu siap membuatmu menjadi air hangat. . .
Jika kau tak mau melakukannya,  aku yang akan membuatmu sedikit menjadi hangat . . .

0 comments:

Post a Comment