Pages

Wednesday, December 28, 2011

PAPAN CATUR


...
Gerakan kuda rupanya berbentuk L. Benteng tak ubahnya babi hutan, jika berlari, tak bisa belok. Luncur adalah sepasang peragawati di atas papan catur. Bentuknya berlekak-lekuk feminim. Tabiat mereka amat santun, namun kadang kala bisa binal dan beracun. Gerakan mereka mencerminkan sifat buruknya : bisanya serong saja.
            Raja, selalu tampak seperti pria tua gemuk, pemalas, dan gampang gugup. Dialah penguasa dalam kerajaan berukuran 25x25 sentimeter. Ia melangkah kotak demi kotak terantuk-antuk tak berdaya.
            Pion, tak lain kurcaci kembar delapan. Semua wajahnya mirip. Mereka selalu riang, tapi tak pernah berumur panjang. Mereka adalah kaum martir. Jika ada yang harus jadi tumbal, pasti mereka, demi melindungi pria tua penggugup itu.
            Mentri adalah pria pelindung sekaligus penyerang yang paling mematikan, Ia sebenarnya punya banyak kesempatan untuk main serong, tapi ia juga kesatria berhati mulia yang takkan serong jika tak perlu.
...
mozaik 27-hal 160, Padang Bulan

Tuesday, December 27, 2011

KOTA JOGJA


Matahari cerah di langit kota Jogja.
Secerah wajah-wajah lalu lalang pinggir jalan yang biasanya termangu diatas kendaraan roda tiganya menunggu rezeki datang dari pejalan kaki yang mulai bosan berjalan
Atau di atas kendaraan yang ditarik oleh makhluk Allah berkaki empat yang menunggu para pembelanja keberatan membawa belanjaan mereka
Atau yang berada di tengah penatnya benda-benda yang hendak ditukarnya dengan sehelai kertas bernilai kehidupan
Atau yang berada di tengah-tengah kendaraan-kendaraan berasap, menunggu pengendara sadar akan pentingnya informasi yang ada di tangannya
Atau yang biasa membawa gitar dan mengeluarkan suara merdunya, turun naik bus kota sana sini
Atau anak-anak berseragam putih merah yang berjalan menggerombol dengan membawa eskrim dong-dung di tangan mereka
Atau anak-anak berseragam putih biru yang berjalan bergerombol pula, dengan sedikit cis-cus ini itu
Atau anak-anak berseragam putih abu-abu yang mengendarai motor mereka, berjejeran menguasai perempatan lampu merah
Kota Jogja, dengan tugu gagah berdiri di pusat kota itu,
Menggambarkan kegagahan penduduknya, perangainya halus, semulia tingkah lakunya.
Ah, kota Jogja, dengan tenda angkringan di sepanjang jalan ketika tiba jam lima sore
Menggambarkan kegigihan penduduknya, sederhana, namun tampak bersahaja di tengah lampu senthir menerangi makan mereka di bawah tenda
Ah, kota Jogja,
Aku ini sekarang berdiri di tengah, pusat kota mu
Aku seorang pelajar biasa, menggendong tas di pundak berisi buku buku dan beberapa pensil
Kota Jogja, dengan sepenuh hatiku, aku minta kau saksikan, bahwa aku akan terbang tinggi menguasai langit di atas kotamu, sepuluh sampai lima belas tahun lagi.

Aku janji. Aku akan berjuang sepenuh hatiku

MENIPU


Seorang penulis ulung menuliskan kalimat ini pada bukunya,
“Kalau rindu, ucapkan namanya lima puluh kali. Nanti tak rindu lagi,”
Aku lalu memejamkan mata. Menyebut namanya lima puluh kali. Ya, ku sebutkan pelan- pelan namanya lima puluh kali. Kubuka mata, kulihat sekeliling.

Lampu dipadamkan.
Semua orang di kamarku diam.
Apa penulis itu menipuku?
Aku masih rindu . . .

Thursday, December 15, 2011

NICE DAY ! :D

Sedang senang sekali hari ini !
Hari ini panjang , panjang sekali. Ku lewati hari ini dengan banyak hal.

Seorang Suzash hari ini belajar banyak hal. Belajar menerima sebuah kekalahan. Belajar menerima kepahitan karena suatu kompetisi
Menyesali kawan kita dicoret , dari nama peserta hanya gara gara permasalahan umur, sangat menyebalkan.

Namun, di balik itu semua hari ini sangat indah !
Hari ini aku jalan-jalan sama Zannuba, Poppy, Luthfi, dan Alin. Indah banget. Kita naik Jog-Tem, bayar seribu. Makan di Ojo Lali yang mantap banget ngabisin lima ribu sama es teh. Enak sekali sekolah di Jogja. Kalau di Jakarta, nggak bakalan dapet.

Terus Ikrima nyusul kita ke Ojo Lali lalu kita makan bersama! ☺ 
Setelah itu, ada Ajeng, Chika, sama Annisa. Tapi, mereka tidak ikut bersama kami ke rumah Zannuba.
Kita ngelewatin jembatan., lewat tugu perbatasan Jogja-Jawa Tengah, terus foto kayak orang katrok. haha :D
Tapi, kapan lagi coba? Sayang moment seindah itu tidak di abadikan ☺ 

Dan aku tak akan melupakan hari ini .
Terimakasih untuk :
- Poppy Anggia Utami Putri 
- Nafa Ana Nur Maulidha
- Reza Ajeng Imanda
- Zannuba Arifah Noor
- Lutfi Rahayu
- Chika Dwi Chandri Fitri
- Ikrima Maghfira Wulandari
- Afida Maulina Zahra
Terimakasih telah membuat hariku berwarna hari ini

Tuesday, December 13, 2011

SURAT KECIL UNTUK TUHAN

Tuhan
Andai aku bisa kembali
Aku tidak ingin ada tangisan di dunia ini
Tuhan
Andai aku bisa kembali
Aku berharap tidak ada lagi hal yang terjadi padaku,
terjadi pada orang lain

Tuhan
Bolehkah aku menuliskan surat kecil untuk-Mu
Tuhan
Bolehkah aku memohon satu hal kecil untuk-Mu
Tuhan
Biarkanlah aku dapat melihat dengan mataku
Untuk memandang langit dan bulan setiap harinya
Tuhan
Izinkanlah rambutku kembali tumbuh agar aku bisa
menjadi wanita yang seutuhnya

Tuhan
Bolehkah aku tersenyum lebih lama lagi
Agar aku bisa memberikan kebahagiaan kepada ayah dan
sahabat-sahabatku
Tuhan
Berikanlah aku kekuatan untuk menjadi dewasa
Agar aku bisa memberikan arti hidup
kepada siapapun yang mengenalku

Tuhan
Surat kecilku ini
Adalah surat terakhir dalam hidupku
Andai aku bisa kembali
Ke dunia yang Kau berikan padaku

By : Gita Sesa Wanda Cantika,
'19/06/1991 - 25/12/2006'

. . .

AKU INGIN BELAJAR DENGAN SUNGGUH SUNGGUH

AKU INGIN SEKOLAH SUNGGUH SUNGGUH . .

AKU INGIN BELAJAR

AKU INGIN SEKOLAH

AKU INGIN BENAR-BENAR SEKOLAH

ENTAH SEPERTI APA SEKOLAHKU, ENTAH BAGAIMANA GURUKU

AKU INGIN TETAP SEKOLAH, AKU INGIN TETAP BELAJAR

KARENA AKU INGIN !

Friday, December 9, 2011

Dari Air Hangat Untuk Air Dingin

Hai Air Dingin . . .
Mau sampai kapan? Kau memelototiku terus sejak tadi, sejak kemarin, bahkan sejak berhari-hari kau terus memelototiku seperti itu. Ku perhatikan sekarang, benar-benar ku perhatikan, tak ada yang salah dengan pakaianku. Pakaianku tetap seperti biasa hari pendek, hijau dengan corak-coraknya. Ku perhatikan lagi, tak ada yang salah dengan alas kaki ku. Alas kaki ku masih seperti biasa. Yang kanan warna kuning, yang kiri warna merah. Ku perhatikan lagi, semua yang melekat pada diriku hari ini. Tak ada yang salah.
Mengapa kau memelototiku seperti itu...

Hai Air Dingin . . .
Mau sampai kapan? Aku selalu menunggumu berbicara, membuka mulutmu dan hendaklah keluar sebuah suara. Aku tak tahu sampai kapan lem yang ada di mulutmu luntur. Selama ini telingaku selalu terbuka dan menunggu. Kau tahu? Dia siap mendengar suaramu. Tapi suaramu tak kunjung datang. Ayolah, keluarlah... Dan ku perhatikan lagi, kau, air dingin, benar-benar dingin. dan aku tak pernah tahu kau dingin, apa akan tetap dingin. . .

Hai Air Dingin . . .
Mau sampai kapan ? Kau menganggapku seperti angin yang tak terlihat. Aku di dekatmu, kau tak merasa? Bulan saja tahu! Bintang saja mengerti! Mengapa kau tak tahu? Mungkin, kau, air dingin, sudah benar-benar menatapku secara gelap.
Kau air dingin, ahhhhh, kau tetap air dingin . . .!



Hai Air Dingin. . .
Aku akan tetap menantimu menjadi hangat. Entah sampai kapan aku bakal kuat nunggu kamu menjadi hangat.
Eitts! Tenang saja. Aku tidak akan memaksamu menjadi air hangat. Biarlah kamu menjadi air hangat dengan sendirinya. Namun, walau nanti kau sudah menjadi hangat, entah kapan, aku tetap menganggapmu sebagai Air Dingin...

Dan disini aku bernyanyi, aku akan selalu siap membuatmu menjadi air hangat. . .
Jika kau tak mau melakukannya,  aku yang akan membuatmu sedikit menjadi hangat . . .

Thursday, December 8, 2011

Sepotong Keinginan

Kehidupan itu akan selalu monoton, jika kita tidak menciptakan sendiri keajaiban di dalamnya....
"bangunpagisholatmandimakanjadwalberangkatsekolahpulangmakansiangekskulpulangmandimakanbelajartidur"
Selalu begitu..

Allah itu menciptakan hari-hari untuk kita, bukan untuk hal-hal yang monoton dan membosankan. Kehidupan ini sangat sayang, bila dilewatkan dengan hal-hal yang monoton.
Aku akan mengganti hari-hari monotonku dengan hari-hari yang penuh dengan pelangi, yang semakin hari semakin bagus, semakin hari semakin indah

Aku akan melakukan hal yang bisa membuatku senang esok hari ...
Bukan yang bisa membuatku senang hari ini ...

Ruang kelas XA
9 Desember 2011, waktu ulangan conversation
10.51

Saturday, December 3, 2011

Meja Belajar

Aku heran ...
Mengapa mereka sama sekali tidak bersuka dengan meja belajar mereka? Padahal, meja belajar adalah tempat mereka selama ini membentuk sayapnya hingga setengah perjalanan menuju ke langit,
Baru setengah perjalanan...
Itupun tidak semua sempurna. Masih ada bagian sayap sana sini yang perlu dibentuk.

Aku heran ...
Mengapa mereka sama sekali tidak bersuka dengan meja belajar mereka? Bahkan menginjak-injak meja belajar mereka? Menghinanya., mengumpatinya., seolah meja belajarnya itu adalah tempat yang hina, dimana mereka menjadi hina karena mereka meletakkan ekor sayapnya disana...

Mengapa mereka bisa semudah itu mengumpati meja belajar mereka?


Aku bertanya! Semudah itu ?!
Apa mereka tidak memikirkan selama ini banyak sekali yang mereka dapatkan di meja belajar itu?
Apa karena segitu jeleknya popularitas meja belajar mereka sehingga tidak bisa membawa mereka terbang menuju langit yang tinggi ? Begitu?

Mari kita berpikir . . .
Toh, meja belajar ini kita yang membeli
Toh, meja belajar ini kita yang menggunakan
Toh, bagaimanapun, meja belajar ini akan bagus jika kita memberikan apa-apa yang bagus pula . .
Dan satu lagi,
Faktor pembuat meja belajar ini memang berperan juga dalam membangun sayap kita lebih kokoh,
Agar kita bisa lebih kuat terbang . . .

TAPI, Pembuat Meja Belajar adalah alat!

Dan baik buruknya, kokoh tidaknya, kuat lemahnya sayap kita ...
Ditentukan oleh kita sendiri . . .
KITA SENDIRI
Bukan meja belajar, bukan pembuat meja belajar. . .

Bahkan meja tanpa pelitur, yang kayunya tak sekokoh kepunyaan kita, bahkan yang patah sekalipun, bisa mencetak sayap sayap yang bisa menembus langit impian!
Kalau begitu APA PANTAS ? Apa pantas kita mengumpati meja belajar kita ?
Tempat selama ini kita membentuk sayap kita, dan kini sayap kita sudah setengah kokoh, siap terbang tinggi, sepuluh sampai limabelas tahun lagi!

Tanpa meja belajar, mungkin sayap kita tidak akan pernah terbentuk sampai sekarang ini . . .