Pages

Wednesday, July 4, 2012

Kisah Kakak, Adik, dan Kotak Pensil Kayu

Aku cinta perdamaian..
Dari hati yang paling dalam aku katakan aku cinta perdamaian...

Ah,
Alih-alih meminta maaf, gadis cantik itu memang sengaja meninggalkan adiknya yang parau, memunguti sisa-sisa kotak pensil kayu kakaknya yang patah. Adik kecil itu hanya terdiam, mendengarkan suara risau kakaknya yang tampak uring-uringan. Dengan sabar ia memunguti satu persatu patahan yang tersisa. 
Ditengoknya kakak tercintanya dibalik tirai ruangan itu. Di balik tembok itu kakaknya tertidur. Mungkin ia lelah, pikir adik kecil itu. Ia melangkahkan kakinya ke kamar itu, pelan-pelan. Ia sangat menjaga agar sang kakak tak terbangun oleh langkah-langkah kecilnya. Tangan mungilnya mengambil selimut tebal kakaknya di ujung tempat tidur. Dibenarkan posisi tangan kakaknya, kemudian dijembrangkannya kain tebal itu, hingga menutupi tubuh sang kakak. Sang kakak yang lelah, terlelap dalam tidur yang indah.
"Semoga Allah menghapus lelahnya hari ini," ucapnya. Ia melangkah keluar. Mematikan lampu, dan menutup tirai kamar kakaknya itu.
Di ruangannya...
Adik kecil itu belum merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Ia masih berkutat dengan kotak pensil kakaknya yang patah. Ia telaten mengelem patahan demi patahannya. Menelateni hingga patahan itu kuat dan tidak copot lagi dari bagiannya yang lain.
...
"Kak, ini sudah adik betulkan," kata adik kecil itu takut takut kepada kakaknya. Kakaknya melirik ke arah adiknya. Masih tak berani menatap, sang adik mengulurkan tempat pensilnya.
"Iya, terimakasih ya,"
Hembusan nafas sang adik lega. Kakak tercintanya tidak marah. Sore itu mendadak menjadi indah.
...
"Kenapa bisa rusak lagi, Kak?" tanya sang adik lemas. Ditemuinya kotak pensil kayu kakaknya itu berantakan. Hendak dibuang kakaknya ke tempat sampah depan rumah. Sang adik menyipitkan matanya. Kakaknya berhenti.
"Sudah seperti ini, lebih baik dibuang saja," tutur Sang Kakak masa bodoh. Sang adik menggeleng. Menahan air matanya keluar. 
"Sini, adik benerin lagi aja.. Jangan dibuang, ya, Kak.." pintanya. Sang Kakak hanya mengangguk. Menyerahkan kotak pensil kayu kepada adiknya. Sang adik segera berlari mendekap kotak pensil itu. Membawanya menuju kamar, meletakkannya di meja, menyalakan lampu belajarnya, melempar tasnya, dan cepat-cepat mengelem bagian-bagian dari kotak pensil itu yang patah.
...
"Kak, ini sudah benar lagi kotak pensilnya," ujar sang adik penuh senyum kepada kakaknya. Sang Kakak tersenyum menerima lagi kotak pensil itu. Sang adik merasa lega. Senyum kakaknya adalah senyum termanis yang pernah ditemuinya. Ia lega. Ia rela. Ia begitu menyayangi kotak pensil itu, kotak pensil kakaknya. Dan ia akan membantu mempertahankan kepemilikan kotak pensil itu di tangan sang kakak.
...
Suatu sore, sang adik pulang dari tempat belajarnya. Ia menemukan sepatu kakaknya di teras. Senyum tersungging di bibirnya. Kakak sudah pulang, pikirnya. Ia ingin menemui sang kakak di dalam rumah. Mendadak, ia terbelalak. Kotak pensil kayu milik kakaknya, yang disayanginya sepenuh hatinya, hancur, di dalam tempat sampah hijau itu. Berkeping-keping. Bercampur dengan sampah-sampah yang lain. Kotak pensilnya sudah menjadi sampah! Seakan sama seperti tempat sampah yang lain!
Demi apapun, ini benar-benar menyakitkan. Ia yang rela serela-relanya merelakan waktunya untuk membetulkan patahan-patahannya, sia-sia. Kotak pensil itu akhirnya dibuang begitu saja oleh sang Kakak.
...
Kini sang adik dihadapkan pada dua pilihan, ia akan menuruti kesakit hatiannya pada sang kakak, atau tetap menjaga, mengedepankan perasaan sayangnya pada sang kakak...
...
Islam memerintahkan untuk menahan marah, bukan untuk menyimpan marah.
Wa sulhu khair... :)

0 comments:

Post a Comment