Pages

Friday, August 3, 2012

Golongan Putih



Terkadang kita memposisikan presiden dan pemerintahannya itu selayak raja, yang tinggi dan dihormati. Yang apa-apa dilayani. Yang apa-apa dipatuhi. Namun terkadang kita harus memposisikan pemerintah itu selayaknya pembantu.

Katakanlah negara kita itu rumah mewah tingkat dua. Punya kolam renang. Punya taman. Halamannya luas. Ruang tamunya besar. Ruang keluarga lebar. Kamar tidur delapan. Dapur elit, dan sebagainya. Kita mesti mencari pembantu untuk membantu kita mengurus rumah itu. Kita yang memilih dan menyewa pemabantu. Kita yang mengontrol kerja mereka. Memberikan award jika kerja mereka bagus, dan menghukum mereka jika kerjanya buruk. Tentu saja hukuman itu bukan berupa sulutan rokok dan siraman air panas. Karena kita masih bangsa beradab, diberhentikan saja sudah merupakan hukuman yang lebih dari cukup.
Karena kita sudah tahu kinerja pembantu itu buruk, kita memberhentikannya. Belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, kita tidak bakal menyewanya lagi.

Begitu juga dengan bernegara dan memilih pemimpin. Pemimpin itu seperti pembantu. Kita yang memilih dan mengontrol kerja mereka. Kalau mereka bekerja dengan buruk, tidak sesuai dengan apa yang diinginkan rakyat, maka cukuplah sudah. Berhenti. Hukumannya gampang, jangan pilih dia lagi. Itu bukan hukuman yang main-main. Karena kegagalan dalam pemilihan ulang adalah akhir dari karir seorang politikus. Makanya, banyak pemimpin yang berhati-hati belakangan ini. Berhati-hati memelihara janjinya, berhati-hati melakukan pekerjaannya. Mereka takut dihukum rakyat.

Jika tak keberatan, tetaplah memilih. Tetaplah memilih. Karena pilihan anda adalah menentukan seperti apa pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan kesejahteraan yang akan anak-cucu anda dapatkan.

0 comments:

Post a Comment