Malam ini dingin tak terkira. Rintik hujan sepertinya enggan pergi meninggalkan udara malam ini. Mereka turun satu persatu hingga jatuh ke bumi. Membasahi tanah yang kering sepanjang hari ini. Mungkin malam ini akan lebih indah, jika ada bulan sedikit saja, yang menatapku sebentar dari langit. Untuk sekedar menghapus kesan gelap malam ini
Dan selamat malam, wahai engkau, sang Pangeran bagi negri dongeng yang ku tulis. Hmh, tapi tetap saja aku tak bisa meneruskan kisah ini. Maaf, kau harus terhenti sebentar. Terhenti dan tak tahu kapan aku akan menuliskan dongengmu lagi.
Tapi Pangeran, kau salah. Aku tak akan jadi putri di dongengmu. Bukan aku. Aku hanyalah sebuah pena dan aku kini hanya punya beberapa tetes tinta saja. Yang bahkan tak akan cukup untuk menuliskan, bahwa aku baik-baik saja. Bahkan, jika aku harus mengatakan bukan aku putri di dalam dongengmu. Ya, aku akan baik-baik saja.
Bahkan jika engkau bertanya, “Benarkah?” aku akan menjawab “Sungguh, Pangeran. Aku tak apa-apa. Aku masih sama seperti ketika pertama kali aku menuliskan dongeng ini. Aku hanya sebuah pena,”
Ya. Begitulah aku, Pangeran. Aku mencintai dongeng, dan aku jatuh cinta, bahkan dengan tokoh yang aku ciptakan sendiri. Aku mencintaimu, Pangeran. Aku adalah sebuah pena yang tak berdaya mencintai apa yang telah ia tulis.